MatahariMall

Minggu lalu saya iseng-iseng beli sepatu sneakers di MatahariMall (MM), situs e-commerce langganan saya untuk berbelanja online. Sebelum-sebelumnya saya belanja (mungkin lebih tepatnya disebut kulakan) di MM karena gratis ongkir (ongkos kirim) ke seluruh Indonesia untuk semua produk yang dijual disana. Perlu diketahui bahwa model bisnis MM adalah sebetulnya mirip-mirip marketplace, dimana MM tidak hanya memasarkan produk yang mereka sediakan sendiri, namun juga memasarkan produk dari supplier pihak ketiga yang bekerja sama dengan mereka. Model bisnis ini sama dengan Lazada dan Blibli , namun berbeda dengan Tokopedia yang hanya menyediakan lapak bagi pihak ketiga. Dengan model begini, sekilas nampaknya barang yang disediakan sangat banyak dan variatif, dari mulai kebutuhan sehari-hari hingga peralatan elektronik. Situs belanja akan menjadi one stop shopping, benar-benar mall online.

Kelemahan model bisnis ini salah satunya quality control (QC) menjadi sulit dilakukan, karena provider marketplace tidak dapat melakukan QC secara langsung sebelum barang dikirim ke pembeli. Dalam kasus yang ekstrim, QC terhadap kredibilitas pihak ketiga pun sangat longgar, sehingga terjadi kasus dimana pihak ketiga ternyata tidak memiliki identitas yang jelas yang akhirnya menyulitkan pembeli untuk melakukan klaim garansi.

Selain QC, kelemahan besar model bisnis diatas adalah biaya ongkos kirim hingga sampai ke tangan pembeli menjadi bervariasi tergantung dengan lokasi supplier pihak ketiga dan lokasi pembeli. Kelemahan inilah yang pada awal-awal berdirinya MM diatasi dengan subsidi ongkos kirim 100 persen terhadap supplier pihak ketiga. Supplier cukup menandatangani perjanjian di awal partnership dengan MM untuk menggunakan jasa pengiriman yang ditunjuk dan melakukan packaging sesuai ketentuan MM. Saya ingat waktu itu pernah kulakan beberapa barang, diantaranya LCD TV 24′ merk Changhong (waktu itu mumpung dapet diskon 500 ribu rupiah 🙂 ) yang harga aslinya 1,5 juta rupiah. Setelah barang sampai di Sampit, saya iseng-iseng cek nota pengiriman barang tersebut. And guess what? Ongkos kirim paket tersebut sejatinya sebesar lebih dari 800 ribu rupiah! Biaya tersebut senilai lebih dari separuh harga barang yang dikirimkan. Apalagi bila memperhitungkan diskon yang didapatkan waktu itu, biaya ongkir hampir sebesar harga nett konsumen. Waktu itu saya berpikir, “Apa ini gak rugi ya MM jualan barang model ginian? Gak dapet untung sama sekali, tergerus biaya ongkir yang guede.”. Belum lagi bila mengingat biaya iklan MM yang jor-joran di awal proses branding awareness-nya. Masih ingat iklan di televisinya? Sayapun sempat menemukan iklan berukuran besar di surat kabar nasional. Kabarnya kawan-kawan yang berprofesi sebagai blogger dan memasang Google Adsense di blognya mendapatkan kenaikan penghasilan yang signikan, salah satunya karena harga per klik iklan Google naik signifikan semenjak MM menggelontorkan dana promosi online via Adwords. Jadi praktis selama dua tahun pertama (MM online sekitar tahun 2014) MM tidak mengakui laba atas usahanya.  Bahkan ketika biaya iklan sudah menurun, beban subsidi ongkir seharusnya tetap menggerus pendapatan MM. Namun semua berubah setelah negara api menyerang. 🙂

Saya pertama menyadari perubahan model bisnis MM, terutama di bagian pembebanan ongkir, sekitar bulan Agustus lalu. Saat itu, seperti biasanya saya menunggu Senin minggu pertama untuk checkout dan membayar barang-barang yang sudah saya masukkan cart beberapa waktu sebelumnya. Kenapa Senin minggu pertama? Karena pada minggu pertama ada promo VISA yang memberikan diskon 20% atas transaksi yang menggunakan kartu berlogo VISA. Diskon itulah yang menjadi keuntungan saya ketika barang saya jual kembali di Sampit :). Anyway, pada Senin pagi menjelang siang, saya coba checkout. Saya terkejut, saat itu harga yang harus saya bayar membengkak hampir 50% dari perhitungan saya sebelumnya. Kalau saya bayar sebesar itu, berapa harga yang harus saya pasang agar laku dijual kembali? Apalagi yang saya beli termasuk low moving goods. Saya coba telusuri dimana berubahnya, ternyata muncul biaya pengiriman dalam struktur billing-nya MM. Jadi tidak semua barang yang terpampang di situsnya MM gratis ongkir ke seluruh Indonesia. Yang masih mendapatkan gratis ongkir hanya produk yang disediakan sendiri oleh MM dan barang dari luar negeri. Sedangkan untuk barang yang disediakan oleh supplier pihak ketiga disubsidi hingga Rp. 15.000,00 saja dengan minimal pembelian Rp. 100.000,00. Perubahan terkait ongkos kirim membuat MM tidak lagi feasible untuk tempat kulakan barang, mengingat periferal yang saya stok kadang bobotnya lumayan berat.

Perubahan lain yang saya temukan baru-baru saja adalah pengiriman bukti pemotongan pajak ke email pembeli. Bukti pemotongan pajak tersebut sepertinya sudah dibuat selama ini, hanya saja dalam bentuk hardcopy. Itupun tidak dicantumkan besaran pajak yang ‘dipotong’ oleh MM terkait trasnsaksi tersebut. Badan email pengiriman bukti potongnya seperti ini:

Hi Dimas ,
Terima kasih telah berbelanja di MatahariMall.com. Berikut kami lampirkan bukti pemotongan pajak atas produk “Managed by MatahariMall”.

Lampiran ini hanya sebagai informasi Anda dan kewajiban kami sebagai perusahaan wajib pajak. Tidak ada hal yang perlu dilakukan dari sisi Anda.

Terima kasih untuk perhatian dan kerjasama Anda

Hormat kami,
Mataharimall.com

Apakah perubahan ini akibat euforia Amnesti Pajak yang beberapa waktu terakhir menghiasi headline media massa? Ataukah hanya sekedar perubahan SOP untuk memmenuhi administrasi internal MM? Coba misalnya prosedur kewajiban ber-NPWP diterapkan untuk seluruh supplier pihak ketiga yang melakukan partnership dengan MM.

Well anyway, time will tell apakah perubahan-perubahan baru ini meningkatkan laba MM ataukah mengurangi jumlah pelanggan dan transaksi yang berlangsung di MM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Denting

10/10/2016

Rindu Ini

06/11/2016