Mencabut Permohonan Keberatan
(Upaya mengurangi pengajuan keberatan)
Mengajukan keberatan atas produk hukum yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan hak Wajib Pajak (WP) yang dijamin oleh UU. Pertanyaannya, bolehkah fiskus mendorong WP mencabut pengajuan keberatannya ?
Seringkali Wajib Pajak tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang konsekuensi dari mengajukan keberatan. Saat menjelang berakhirnya pemeriksaan, fiskus umumnya memberikan penjelasan bahwa WP bisa mengajukan keberatan dan hanya perlu membayar SKP sebesar nilai yang disetujui saja. Bahkan bila WP tidak menyetujui seluruh koreksi maka WP tidak perlu bayar sepeserpun.
Penjelasan ini tentu saja benar, tetapi tidak lengkap. Fiskus disaat akhir pemeriksaan seolah lupa menyampaikan ketentuan soal denda penagihan yang diatur di Pasal 25 ayat(9) dan 27 ayat (5d) UU KUP. Alasannya macam- macam. Mulai dari bukan urusan saya sampai keengganan menyampaikan hal yg tidak enak soal denda penagihan.
Akibatnya WP seringkali berpikir, ajukan keberatan saja toh gak perlu bayar sekarang. Bayarnya nanti tahun depan. Dikabulkan atau gak itu khan urusan nanti. Setidaknya gak perlu bayar sekarang. Seolah tidak ada risikonya. Banyak juga kejadian WP mengajukan keberatan karena pegawai WP yang mengurusi pajak berusaha untuk mempertahankan jabatan/posisinya di perusahaan.
Sebaik apapun koreksi pemeriksa, seringkali tetap diajukan keberatan karena pegawai yang mengurusi pajak berisiko dipecat jika dianggap melakukan kesalahan yang merugikan perusahaan. Dan terbitnya SKPKB lengkap dengan sanksi administrasinya kerapkali dianggap kesalahan yang merugikan perusahaan.
Jika mengajukan keberatan, maka setidaknya posisinya bakal aman selama 1 tahun. Bisa 2 tahun jika kemudian mengajukan upaya Banding ke Pengadilan Pajak. Jangka waktu 2 tahun itulah yang bakal dimanfaatkan oleh pegawai tersebut untuk mencari pekerjaan lain.
Kondisi inilah yang kadang menuntut fiskus yang memproses keberatan, merasa perlu untuk menyampaikan penjelasan soal denda penagihan ini kepada Wajib Pajak.
Hasilnya bisa macam-macam. Reaksi umumnya adalah WP marah-marah karena merasa dijebak. Ada juga yang merasa diancam. Baru mengajukan keberatan saja sudah diancam denda penagihan. Meski demikian setelah diberitahukan konsekuensi2 tersebut, ada beberapa WP yang mencabut keberatannya.
Simple ya? Memang terlihat simple namun kenyataannya tidak semudah yang ditulis. Itu kalo WP-nya cuma sekedar tidak tahu ketentuan soal denda penagihan. Kalo karyawan WP yang mau mempertahankan pekerjaannya perlu upaya lebih rumit.
Kunci untuk mendorong WP mencabut keberatannya adalah bertemu dengan pihak yang membuat keputusan di perusahaan tersebut. Itulah sebabnya dalam proses keberatan, tim peneliti umumnya akan menunggu sampai direktur keuangan bahkan dirutnya hadir syukur-syukur ownernya yang bisa hadir. Dan itu jelas tidak mudah. Masih banyak dirut yang alergi ketemu fiskus. Belum lagi jika ada karyawan bagian pajak yang berusaha mempertahankan pekerjaannya tadi. Dia akan mati-matian menghalangi tim peneliti bertemu langsung dengan dirutnya. Untuk itu biasanya perlu tindakan khusus.
Saya mengenal seorang yang sangat persuasif dan bisa menenangkan karyawan yg mencoba mempertahankan pekerjaannya. Beliau dengan mudah tahu jika ada pegawai bagian pajak yang mengajukan keberatan dengan tujuan untuk mempertahankan pekerjaannya. Diajaknya bicara, lalu saat sudah nyaman diberikan pengertian bahwa tim peneliti perlu ketemu dirut atau owner. Lalu disampaikan bahwa kita akan menyampaikan kepada owner/dirut soal kinerja pegawai tersebut yang positif. Hasilnya sebagian besar kooperatif dan mau meminta dirut/ownernya menghadiri undangan tim peneliti.
Saat menghadiri undangan, suasananya sangat santai dan menyenangkan. Diawali dengan perkenalan basa basi untuk mengenal dan obrolan ringan lainnya. Setelah semuanya sudah relax barulah bicara serius. Mulai dari menyampaikan ketentuan soal denda penagihan, koreksi dan sebagainya. Sisi positif pegawai bagian pajaknya juga diungkap. Kadang diselipkan kata2 bahwa perusahaan bapak/ibu beruntung punya pegawai yg ngurusi pajak dengan bagus. Singkat cerita, setelah pertemuan tersebut, WP mencabut keberatannya dan membayar SKPKB. Karyawan tadi juga tetap bisa bekerja di perusahaan tsb. Beberapa kali dia mampir untuk mengucapkan terima kasih.
Dan itu sering terjadi alias bukan sekali dua kali saja. Bagi saya hal itu luar biasa. Hasil upaya tersebut sangat baik. Semua pihak happy. Pajak dibayar, perusahaan tetap jalan dan pegawainya tetap bisa bekerja di perusahaan tsb. Tentu itu butuh kemampuan komunikasi yang mumpuni.
Inti dari tulisan ini adalah kita perlu mengurangi sengketa pajak yang tidak perlu.
Caranya dengan menyampaikan ketentuan terkait keberatan dengan benar dan lengkap. Sepatutnya dilakukan pada saat pemeriksaan karena itu bagian dari penyampaian hak dan kewajiban WP. Soal siapa yang menyampaikan sebaiknya memang tim pemeriksa karena itu bagian dari tugasnya. Tetapi jika tim pemeriksa berkolaborasi dengan juru sita misalnya, silahkan saja yang penting hal ini diaampaikan secara benar dan lengkap. Setelah informasi ini disampaikan, akan lebih baik jika informasi itu sampai ke pihak yang mengambil keputusan.
Terakhir, upaya persuasi dalam menyelesaikan sengketa pajak, patut dilakukan dengan menggunakan kemampuan komunikasi yang mumpuni. DJP mungkin perlu juga membuat pelatihan tentang hal ini.
Mohon maaf jika ada tulisan yang menyinggung.
Semoga bermanfaat.
someOno
18122019