Problem Seputar E-Faktur

Bila anda menengok ke KPP khususnya Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), maka anda bakal menemui pemandangan yang berbeda dibanding beberapa tahun silam. Tidak ada lagi antrian yang mengular di TPT. Suasana di TPT saat ini memang relatif lengang.

Ini buah dari keberhasilan DJP mendorong penyampaian SPT melalui saluran elektronik. Apresiasi patut diberikan kepada pihak yang telah mengembangkan pelaporan secara SPT secara elektronis. Juga kepada para pegawai DJP yang dengan sabar menuntun WP sehingga bisa menggunakan pelaporan secara elektronis. Penyampaian SPT secara elektronis sangat bermanfaat dalam mengurangi pekerjaan sehingga tenaga yang ada bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang lebih memiliki nilai tambah. Pengembangan pelaporan secara elektronis sampai sekarang masih terus disempurnakan karena memang selalu ada ruang untuk perbaikan.

Tulisan kali ini fokus kepada masalah seputar e-Faktur karena penulis melihat ada beberapa hal yang perlu diperbaiki.

E-Faktur adalah aplikasi yang dibuat oleh DJP untuk memudahkan PKP dalam membuat dan melaporkan faktur pajaknya. Bahasa gampangnya e-Faktur itu seperti SPT PPN dalam bentuk elektronis. E-Faktur, disatu sisi dirancang untuk memudahkan WP dalam melakukan kewajiban PPN-nya dan disisi lain memudahkan pengawasan DJP serta bisa digunakan untuk melawan perbuatan tidak terpuji seperti faktur pajak fiktif. Efektivitas e-Faktur diakui cukup baik salah satu indikatornya adalah peningkatan penerimaan PPN.

Tetapi bukan berarti e-Faktur tanpa masalah. Ternyata di lapangan ditemui 3 kelemahan yang cukup mengganggu. Apa saja itu ?

Pertama adalah e-Faktur ternyata tidak bisa mengunci kompensasi dari masa sebelumnya. Artinya WP bisa dengan bebas mengisi kolom kompensasi dari masa sebelumnya dengan nilai berapapun meski sebenarnya tidak ada kompensasi tersebut. Ini dampaknya bisa kemana-mana. Mulai dari WP tidak perlu membayar nilai kurang bayarnya sampai bahkan kurang ajarnya, mereka bisa mengajukan pengembalian pendahuluan.

Misal, pajak keluaran WP adalah Ro 200 jt lalu pajak masukan untuk bulan itu ada Rp 150 juta, maka semestinya WP tersebut harus membayar nilai Kurang bayar sebesar Rp 50 juta. Namun tiba2 WP mengisi kompensasi dari masa sebelumnya (yang sebenarnya tidak ada) sebesar 100 juta sehingga posisi SPT-nya menjadi Lebih Bayar 50 juta. Artinya WP tidak perlu menyetor nilai kurang bayarnya. Dalam skema ini negara dirugikan Rp 50 juta.

Itu masih mending, ada lagi yang lebih kurang ajar. Atas LB tadi WP mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Celakanya, Waskon I sebagai pihak yang memproses tidak boleh melakukan koreksi terhadap kompensasi masa sebelumnya (yang tidak benar). Artinya Rp 50 juta tadi bakal harus dicairkan.

“Ah itu nilainya kecil…”

Itu cuma contoh. Cukup tambahkan satu nol saja dari ilustrasi diatas, setengah milyar bakal melayang.

“Kan bisa nanti diusulkan pemeriksaan.”

Memang benar, bisa diusulkan pemeriksaan, namun pada kenyataannya hampir tidak ada WP yg mendapatkan pengembalian melalui PMK 39/PMK. 03/2018 yang dilakukan pemeriksaan. Kalaupun dilakukan pemeriksaan, WP sudah tidak dapat ditemukan lagi.

Kelemahan yang kedua adalah e-Faktur tidak mengunci pembayaran PPN dibayar dimuka dalam masa pajak yang sama. WP bisa mengisi PPN dibayar dimuka dengan nilai berapapun. Dalam banyak kasus bisa ditemukan WP mengisi PPN dibayar dimuka tanpa ada pembayaran. Efeknya SPT masa PPNnya tidak kurang bayar sehingga tidak perlu bayar. Artinya duit negara ditilep. Beberapa WP yang sudah ketahuan melakukan hal ini mengaku mereka melakukan hal tersebut karena belum ada uang untuk membayar kurang bayar dalam SPT masa PPN. Berbagai alasan disampaikan, yang paling populer adalah belum dibayar oleh pembeli. Lucunya saat ditanya sekarang sudah dibayar atau belum, mereka menjawab sudah. Kok belum dilakukan pembetulan sampai KPP menerbitkan SP2DK ? Mereka cuma senyum2 saja.

Lalu apa kelemahan ketiga ?
Kelemahan ketiga e-Faktur adalah WP bisa memasukkan sebagian SPT masa PPN saja. Tindakan yang sering dilakukan oleh Wajib Pajak adalah hanya menyampaikan SPT masa September, Oktober dan November aementara masa pajak yang lain tidak disampaikan.

Kenapa hal ini dilakukan ? Karena WP perlu memperoleh nomer faktur untuk keperluan tahun depan. Idealnya WP tidak bisa menyampaikan SPT masa September apabila belum menyampaikan SPT masa-masa sebelumnya.

Saat ini banyak terjadi WP sudah menerbitkan Faktur Pajak namun tidak melapor.  Hal ini bisa dilihat dari nomor faktur yang terbit namun PKP-nya belum lapor. Tidak menyampaikan SPT masa artinya membuat uang negara tidak masuk.

Idealnya e-Faktur bisa mendorong WP agar bisa patuh.

Apa kesimpulan dari tulisan yang cukup panjang ini ?

E-Faktur masih memiliki beberapa kelemahan yang sangat rawan disalahgunakan oleh Wajib Pajak. Oleh sebab itu penyempurnaan terhadap e-Faktur perlu terus dilakukan antara lain:

  1. mengunci kolom kompensasi masa sebelumnya atau membuat alat kontrol agar tidak ada lagi kompensasi siluman.
  2. Membuat validasi NPTPN/nomor Pbk apabila WP mengisi kolom PPN dibayar dimuka agar tidak ada lagi PPN dibayar dimuka padahal tidak ada setoran tersebut.
  3. Membuat agar WP tidak bisa melaporkan SPT masa PPN jika belum melaporkan seluruh masa sebelumnya.

Selanjutnya untuk menyikapi banyaknya WP yang menyalahgunakan kelemahan e-Faktur , DJP perlu memberikan tindakan tegas. Sebaiknya Direktorat P2 bisa memprioritaskan pemeriksaan terhadap WP yang mengeksploitasi kelemahan e-Faktur .

Pemeriksaannya cukup mudah karena datanya jelas. Selain bisa menambah penerimaan negara, juga bisa memberikan efek jera plus meningkatkan wibawa DJP.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat.

someOno
11122019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *